Normalnya dunia adalah equilibrium, kesetimbangan. Ada yang tinggi ada yang rendah, ada yang berlebih ada kekurangan. Namun ini harus dilihat dari perspektif yang benar, dan agama memberi guidance untuk itu. Menjaga equilibrium bukan berarti menjaga yang kaya tetap kaya dan yang miskin tetap miskin supaya tetap normal, tetapi kenormalan adalah bagaimana yang berlebih mempunyai tanggung jawab langsung terhadap yang kekurangan. Termasuk kenormalan keberadaan difabel adalah ketika yang tidak mengalami ketunaan membantu dan menolong kehidupan bagi mereka yang mengalami disabilitas.
Kita tidak perlu meratapi apalagi protes pada Tuhan ketika ada anak kita yang difabel. Apalagi dibumbui tidak mau memeliharanya. Kalau kita paham maksud maka kita akan tetap mensyukurinya. Rumah yang dihadirkan difabel dan para penghuninya tetap mensyukurinya akan mendapatkan tidak sekedar keberkahan namun juga dimuliakan melebihi rumah lain yang biasa-biasa saja. Kemuliaan bagi orang yang awas. Yang mampu melampaui batas-batas masalah. Melihat yang agung dibalik persoalan-persoalan.
BACA JUGA
Yang normal tentu harus lebih sabar dibanding yang difabel. Itu wajar. Yang difabel mungkin akan lebih banyak tuntutan dibanding yang normal. Itu juga wajar. Yang tidak wajar adalah yang difabel malah dituntut lebih sabar dan dilarang untuk menuntut. Lalu apa gunanya diciptakan yang normal bila tak lebih dibanding yang difabel dari sisi non fisik, karena dari sisi fisik sudah pasti lebihnya. Ini harus dipahami untuk membangun kelapangan sehingga masing-masing mendapatkan porsi yang proporsional dari sudut pandang yang adil dan manusiawi. Maka lahirlah kemerdekaan yang hakiki, yakni terbebasnya masing-masing individu dari jerat duniawi.
Merdeka adalah memerdekakan. Merdeka secara individual sesungguhnya adalah keterjajahan secara substantif. Merdeka adalah lahirnya tanggung jawab untuk menjaga equilibrium, karena kesetimbangan adalah kehendak Illaahi. Maka menjaga kesetimbangan adalah tugas ketuhanan. Demikianlah Islam. Merdeka dimaknai ketika bersama Tuhan. Ketika berlepas dari tugas-tugas ke-Ilahian maka saat itu ia sedang terjajah. Maka menjaga, menyayangi dan menolong difabel adalah wujud kemerdekaan yang menggembirakan.
Akhirnya kita sadar, hadirnya difabel dalam lingkung kita adalah hadirnya keberkahan dan kemuliaan. Bukan musibah apalagi aib. Ia membawa pesan Ilahiah akan makna keutuhan atau ketunggalan (tauhid). Orang atheis susah memaknai ini. Agamalah penerangnya. Menyambut dengan gembira tiap diri yang dihadirkan Alloh SWT yang pasti tidak ada kesia-siaan di dalamnya, berarti ada peran yang sedang dijalankan. Semoga kita selalu mawas dan peduli. Merdeka.
Wallaahu a’lam.
Ikhwanushoffa